Sebuah puisi kehidupan yang ditulis oleh Hans Peter
Lembaran ringkas tak bertahta di sudut pendaran rembulan,
Menggelayut riuh di buai sang mahkota pujangga,
Membiru selaksa mahligai kehidupan malam,
Di retas peluh sang pengelana bumi yang terseok sedikit merintih..
Tebaran nanah tak berdarah di sekujur nurani
Melihat semilir tak bergeming walau tersiksa menangis
Meratap hilangnya mutiara yang tersebar di seantero mayapada
Hilangkah siksa?
Hilangkah tangis?
Hilangkah tangan yang menyembah ?
Nyawa tak lagi mengurai,
Nafas tak lagi menyatu di urat nadi
Menyingkap tabir dengan ratap tak bermakna
Noda tanah rapuh di lengan kotor yang tenggelam sirna
Melihat sapa tak mendengar lolongan bara tersingkap menari
Nuranikah yang sesat?
Nafsukah yang serakah?
Perlahan tanya yang tak pernah berujung
Hanya akan hilang di selaksa gurun pulang yang terkubur....
Lembaran ringkas tak bertahta di sudut pendaran rembulan,
Menggelayut riuh di buai sang mahkota pujangga,
Membiru selaksa mahligai kehidupan malam,
Di retas peluh sang pengelana bumi yang terseok sedikit merintih..
Tebaran nanah tak berdarah di sekujur nurani
Melihat semilir tak bergeming walau tersiksa menangis
Meratap hilangnya mutiara yang tersebar di seantero mayapada
Hilangkah siksa?
Hilangkah tangis?
Hilangkah tangan yang menyembah ?
Nyawa tak lagi mengurai,
Nafas tak lagi menyatu di urat nadi
Menyingkap tabir dengan ratap tak bermakna
Noda tanah rapuh di lengan kotor yang tenggelam sirna
Melihat sapa tak mendengar lolongan bara tersingkap menari
Nuranikah yang sesat?
Nafsukah yang serakah?
Perlahan tanya yang tak pernah berujung
Hanya akan hilang di selaksa gurun pulang yang terkubur....
0 komentar:
Posting Komentar